Tuesday, October 07, 2014

Katarsis by Anastasia Aemilia

Judul: Katarsis
Penulis: Anastasia Aemilia
Editor: Hetih Rusli
Desain & ilustrasi cover: Staven Andersen
Penerbit: Gramedia
Jumlah halaman: 264
Cetakan pertama: April 2013












Dalam rangka mengikuti tantangan membaca yang diadakan oleh Mbak Astrid, untuk tema "Blame It on Bloggers", saya memilih novel Katarsis untuk dibaca. Sebenarnya ada beberapa kandidat novel serupa, tapi karena novel ini sudah lebih dulu berada di timbunan, maka saya pun membacanya.

Tara Johandi tiba-tiba terkenal dengan julukan "Gadis yang Selamat". Dia adalah satu-satunya orang yang tidak terluka dalam peristiwa pembantaian itu. Ayah, bibi, dan sepupunya ditemukan tewas di rumah itu, sedangkan pamannya sekarat. Kejadian itu sangat memukul sisi kejiwaannya. Setiap melihat kotak perkakas dan mencium aroma mint, Tara disergap gelombang ketakutan yang teramat sangat.

Tara menjalani masa pemulihannya bersama seorang psikiater bernama Alfons. Ketika masih di rumah sakit, teror datang padanya lewat sebuah paket kotak perkakas, dengan isi seorang gadis yang perawakannya mirip Tara. Namun, gadis itu tak seberuntung dirinya yang masih hidup. Setelah keadaannya cukup stabil, Tara tinggal bersama Alfons. Ketika kewarasannya sedikit demi sedikit sudah pulih, teror kembali menghantui Tara.

Masa lalu Tara mengindikasikan ada yang tidak beres dengan kejiwaannya. Dia tidak suka dengan namanya, membenci kedua orang tuanya, bahkan membunuh seorang anak yang sebaya dengannya. Karena ketidakwarasan inilah akhirnya Tara dititipkan di rumah sepupu ayahnya. Di balik suramnya masa lalu Tara, ada sebuah nama yang melekat dalam hatinya, Ello. Anak laki-laki yang mengajarkannya mengurangi rasa sakit dengan cara menggenggam sebuah koin.

Kehidupannya bersama sepupu ayahnya, Arif dan Sasi, tidak kalah menyedihkan, apalagi hubungannya dengan Moses, putra Arif dan Sasi. Tara membenci Moses sejak dia memainkan sebuah sulap dengan koin kesayangan Tara. Suatu malam Moses pulang dalam keadaan mabuk dan melakukan hal yang tidak senonoh pada Tara. Setelah malam itu, Moses dinyatakan hilang dan baru ditemukan pada hari nahas itu.

Di awal-awal saya baca buku ini sudah disajikan adegan-adegan yang bikin ngilu. Semakin ke tengah bukan mereda, malah tetap intens muncul adegan-adegan ngilu tersebut. Selain adegan ngilunya, yang dominan dari buku ini adalah teka-teki, misteri tentang siapa pelaku kejahatan A, lalu siapa pelaku kejahatan B, dan seterusnya. Pembaca pun diajak untuk menebak-nebak siapa dalang dibalik kejadian-kejadian menyeramkan itu.

Buku ini menggunakan POV orang pertama dengan dua tokoh, yaitu Tara dan Ello mulai bagian tengan buku. Namun, perubahan pencerita saya rasa kurang mulus di awal-awal karena keduanya memiliki sisi "sakit" yang mirip dan tidak ada "pembukaan" bahwa cerita berikutnya dibawakan oleh Ello. Meskipun demikian, dengan mengingat akhir cerita dari masing-masing tokoh, kita bisa meraba siapa yang sedang bercerita.

Penuturan penulis dalam buku ini sukses membuat saya merinding. Ngeri jika hal tersebut benar-benar terjadi di sekitar saya. Alurnya bolak-balik dari masa kini-masa lalu dan seterusnya, tetapi karena eksekusi dari penulis cukup baik, permainan alur ini tidak membingungkan saya. Namun, masih ada yang kurang dari buku ini. Latar belakang Tara dan Ello berbuat sesuatu atau membenci sesuatu kurang memuaskan saya.


My Rate:

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...