Penulis : Aqessa Aninda
Editor : Pradita Seti Rahayu
Tahun terbit : 2017
Penerbit : Elex Media Komputindo
Jumlah halaman : 450 halaman
Satrya, cowok ganteng (cogan) berkacamata yang sampai saat ini belum bisa move on sepenuhnya dari Alisha. Dari zaman SKPL sampai novel ini terbit, doi masih gitu-gitu aja, belum move on. Pfft.
Dari luar kelihatan sebagai cogan pintar nan humoris, tapi aslinya suka
baper kalau urusan hati. Nurut banget sama kakaknya yang kata doi udah
kayak Mak Lampir, dan sering diajak jadi anggota pelengkap cewek-cewek
pemburu promo Sbux.
Kinan, cewek cuantik mirip
princess-princess yang ada di kartun Disney, lembut, rapuh, dan agak
tertutup. Meskipun tertutup, kalau dia merasa nyaman dengan seseorang,
bisa juga cerita panjang, hehe. Seleranya klasik banget, mulai dari
musik sampai cara berpakaiannya, tapi sama sekali tidak melunturkan
kecantikan parasnya.
Sabrina, cewek mungil yang
aktif banget. Ceriwis, dan lagi-lagi menjadi sosok yang mengingatkan
Satrya pada Alisha. Semasa kuliah, Sabrina berteman dekat dengan Lasha,
yang ternyata adalah adik Abimana, gebetan Sabrina dari SMA.
Abimana,
cowok yang, emm, saya tidak terlalu kenal dekat dengan sosoknya. Yang
saya tahu, Abimana adalah kakak dari Lasha, teman sekantor Satrya.
Abimana sempat dekat dengan Sabrina, tapi tanpa status sih. Boleh
dibilang agak kaku dan posesif ya.
***
Diceritakan dari sudut pandang orang ketiga, novel Satu Ruang diawali
dengan kisah pertemuan Satrya dengan Kinan di Hongkong. Namun, kisah
mereka baru dimulai setelah pertemuan kedua yang tanpa disengaja.
Setelah pertemuan tersebut, Satrya terang-terangan mendekati Kinan.
Kinan yang cantik tapi rapuh menggugah hasrat Satrya untuk menjadi
pelindungnya, untuk selalu ada di dekat Kinan.
Di lain
waktu, Satrya dikenalkan oleh Lasha dengan seorang gadis ceria yang
mengingatkannya pada Alisha. Gadis itu bernama Sabrina. Dengan Sabrina,
Satrya merasa nyaman. Dia merasa menjadi dirinya selama ini yang lebih
banyak mendengarkan daripada bercerita. Bagi Satrya, Sabrina adalah
gadis yang menarik. Kerap kali mereka saling curhat tentang kisah cinta
tragis masing-masing.
Yang pertama kali terlintas ketika melihat sampul novel ini adalah tentang nama penulisnya. Saya "berkenalan" dengan Aqessa Aninda melalui novel Secangkir Kopi dan Pencakar Langit (SKPL) yang sukses bikin saya ngikik-ngikik sendiri di malam hari. Jadi, sulit bagi saya untuk tidak membandingkan kedua novel ini. Harap maklum ya, awas kalau enggak. :p
Untuk kamu yang sudah membaca SKPL, tentu familier dengan beberapa nama tokoh dalam novel. Namun, bagi yang belum pernah baca, tenang saja, Satu Ruang tetap dapat dinikmati tanpa kesan membingungkan karena di dalamnya memuat beberapa cuplikan dari novel SKPL.
Di balik sampulnya yang kentara akan kesenduan, rupanya novel ini tetap memunculkan sisi humoris para tokohnya. Namun, kadarnya tidak sebanyak SKPL yang isinya 60% dialog-dialog sampah nan kocak (hitungan saya, mohon tidak dipercaya begitu saja, wakakak).
Oke, jadi Satu Ruang berkisah tentang empat orang, yaitu Satrya, Kinan, Sabrina, dan Abimana, empat orang yang belum move on. Cerita tentang orang yang belum move on jamak menggunakan alur maju mundur. Banyak sekali flash back yang dituangkan. Hal ini membuat pembaca semakin memahami kenapa para tokohnya bisa susah berpindah ke lain hati. Saya paham apa yang dirasakan Satrya, Kinan, Sabrina-sedikit. Tapi untuk tokoh Abimana, masih kurang info.
Meskipun bercerita tentang empat orang, tapi Satrya masih merupakan tokoh sentral dalam novel ini. Dalam back cover tertulis "... kisah klasik di antara 4 orang yang saling mencari, ada 3 pintu hati yang terketuk, 2 orang yang kehilangan dan terjebak dengan bayangan masa lalu, serta 1 pertanyaan tentang berbagi ruang." Beberapa angka dalam kalimat tersebut bisa saya tebak setelah membaca novel ini, tapi bagian 3 pintu hati yang terketuk, sampai sekarang saya masih belum yakin pada jawaban yang terlintas di kepala, pintu hati siapa saja kah itu? Hmm..
Soal konflik, mengingat ini novel roman, pasti didominasi oleh konflik batin yang bernuansa asmara dari para tokohnya. Saya rasa dalam novel ini belum ada antiklimaksnya. Atau jangan-jangan malah sebenarnya belum ada klimaksnya? Jangan-jangan yang saya pikir klimaks hanya konflik kecil-kecilan yang diciptakan penulis?
Bagi saya, ada terlalu banyak tokoh dalam novel ini. Novel ini menceritakan tentang kisah Satrya-Kinan dari awal hingga pertengahan dan awal dari kisah Sabrina-Abimana versi 2, ditambah intermezzo Radhi Mencari Cinta. Karenanya, Satu Ruang jadi berkesan kurang fokus. Memang porsi Satrya-Kinan lebih banyak, tapi chemistry mereka masih kurang greget. Hmm, apa karena novel ini masih akan punya "adik" ya, jadi untuk beberapa hal kesannya masih "di permukaan".
Cara penulis memasukkan tokoh Sabrina juga masih kurang mulus. Saya sempat mengira bahwa munculnya Sabrina pertanda bahwa akan ada cerita lain di luar kisah tokoh sentral, Satrya. Semacam dua cerita yang terpisah, tanpa ada irisan kejadian di antara tokoh-tokohnya. Nyatanya bukan. Kehidupan Sabrina tetap beririsan dengan tokoh utama.
Favorit saya adalah adegan-adegan antara Satrya dan kakaknya, Kuti. Suka ceng-cengan dalam dialog maupun tuturan penulisnya, tapi di sisi lain so sweet juga hubungan kakak beradik ini.
No comments:
Post a Comment