Penulis: Leyla Hana
Editor: Dewi Kartika Teguh Wati
Desain sampul: Gita Juwita
Tata letak isi: Rahayu Lestari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 196
Tahun terbit: 2014
ISBN: 978-602-03-0806-7
Sri
Di rumah Bulek Sekar, ada pembagian tugas rumah tangga. Sri sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga sejak tinggal bersama Mbah Putri. Dia kebagian mencuci piring dan menyapu halaman, tetapi Bagus dan Ningrum sering menyerahkan tugas mereka kepada Sri. Itu yang membuat Sri sering kelelahan. Apa daya, dia hanya menumpang. Maka dia harus menerima perlakuan apa pun yang ditujukan kepadanya.
Sri adalah pribumi asli. Tipenya seperti gambaran gadis desa jaman dulu, di mana gadis desa digambarkan sebagai sosok yang bisa diandalkan soal pekerjaan rumah tangga dan polos. Dalam novel ini karakternya ditambahkan menjadi sosok yang pandai. Dalam hatinya, terjadi pergulatan batin tentang eksistensi ibunya yang pergi merantau ke negara lain menjadi TKW. Sri ingin ibunya mendampingi dirinya, pulang. Namun, sang ibu tetap saja berkeras tetap bekerja di luar negeri, dan hanya mengirimi uang seadanya untuk kehidupan Sri bersama buleknya. Bagi Sri sebenarnya, keberadaan ibu di sisinya lebih penting dari uang semata.
Karena kepandaiannya, Sri didaulat mewakili sekolahnya untuk mengikuti olimpiade sains nasional pelajaran Biologi. Rupanya, di sekolah ada seorang pemuda yang sudah agak lama memperhatikan Sri dari jauh, Damar namanya. Kekikukan pada komunikasi pertama berlanjut pada hubungan yang semakin dekat, sampai-sampai Sri pernah dituduh menghabiskan waktu untuk pacaran karena pulang terlambat. Sri memang tidak memberitahukan perihal keikutsertaannya dalam OSN kepada Bulek Sekar. Dia merasa tidak enak kalau nanti Bulek membanding-bandingkan Sri dengan kedua anaknya yang badung itu.
Kebersamaannya dengan Damar memberi warna lain dalam hidupnya, sekalipun dia tahu mungkin saja hal itu akan menimbulkan ketidaksukaan Bulek Sekar atau ibunya. Ibu sudah memperingatkannya untuk tidak menjalin hubungan dekat dulu dengan lelaki mana pun karena dia harus memprioritaskan sekolahnya. Tetapi ibu tidak tahu betapa kesepiannya putrinya itu selama ini tanpa teman bicara yang benar-benar memahaminya, bukan orang-orang yang hanya bisa menuntut tanpa memenuhi haknya mendapat perhatian dan kasih sayang.
Tuduhan bahwa Sri pacaran pun menjadi-jadi. Masalah menjadi semakin ruwet. Dia sempat mengatakan ingin pergi dari rumah Bulek Sekar, tetapi urung ketika memikirkan bahwa OSN sebentar lagi. Sri pun memberitahu Buleknya itu bahwa dia akan mengikuti OSN dan selama ini pulang terlambat karena ada bimbingan untuk OSN. Bulek Sekar menyesal telah menuduh Sri macam-macam. Tapi masalah yang membebani pikiran Sri tidak berhenti sampai di situ.
Eileen
Masyarakat pecinan di Semarang sudah membaur dengan masyarakat Semarang pada umumnya, sehingga dalam berbagai hal mereka memiliki kesamaan. Dalam hal makanan, beberapa makanan khas Tionghoa diadaptasi menjadi kekhasan Semarang, seperti lumpia (loen pia), tahu pong, dan kue bulan (tiong chiu pia).
Eileen adalah gadis keturunan Tionghoa. Seperti telah diketahui, warga Tionghoa telah sejak dulu hidup berdampingan dengan penduduk pribumi di Semarang. Orang tuanya bekerja sebagai pedagang dengan membuka minimarket. Eileen adalah putri kebanggaan kedua orang tuanya. Dia selalu menjadi juara kelas di sekolahnya, yang juga sekolah Sri. Apalagi sekarang Eileen terpilih untuk mewakili sekolah dalam OSN bidang Fisika.
Eileen memiliki karakter tertutup, skeptis dengan orang-orang yang ingin dekat dengannya. Baginya, mereka hanya ingin mengintip rahasianya menjadi siswa yang cerdas. Dia tidak suka itu. Tak ada yang boleh mengunggulinya.
"Eileen, kamu memang perempuan, tetapi perempuan zaman sekarang bisa lebih maju daripada laki-laki. Kamu harus buktikan itu!"
Sayangnya, bagi keturunan Tionghoa yang kolot, seperti Koh De, paman Eileen, posisi anak perempuan adalah di bawah anak lelaki. Ketika sudah menjadi istri, dia harus menurut pada suaminya. Anak lelaki selalu dijunjung akan memakmurkan keluarga, bukan anak perempuan. Jadi, anak perempuan tidak perlu lah sukses-sukses amat, begitu menurut Koh De.
Masalah dalam keluarga Eileen muncul ketika Apa berencana menjadikan Om Freddy sebagai partner bisnis, di Bulan Lunar pula, bulan yang dianggap membawa sial. Sebenarnya Ama sudah memberikan pendapat kepada Apa bahwa dirinya tidak menyukai Freddy. Ternyata Freddy malah menipu Apa, membawa kabur uang arisan sembako. Peserta arisan terus mendatangi rumah keluarga Eileen untuk menagih sembako yang dijanjikan setelah membayar uang arisan. Akhirnya, Apa pun ditangkap polisi.
Farah
Kini komunitas keturunan Arab tak hanya berada di Kampung Layur, walau sebagian besar tinggal di sana. ... Hanya ada beberapa orang yang mempertahankan tradisi berbusana khas Arab, seperti gamis putih, dan sesekali berbicara dengan bahasa Arab. Selebihnya bertingkah dan berbicara layaknya masyarakat Semarang, bahkan ada yang menggunakan logat Betawi atau Batak.
Berbeda dengan Sri dan Eileen, Farah adalah keturunan Arab. Badannya yang besar merupakan "warisan" dari orang tua. Yah, meskipun dia yang paling berisi dibanding kakak-kakaknya. Umminya sangat suka memasak, terutama apabila Farah yang jadi konsumennya. Bagi Farah, keprimaan otaknya bergantung pada isi perutnya. Ketika lapar, Farah tidak bisa konsentrasi belajar. Namun, ketika dia kenyang, belajar pun tenang.
Meskipun tubuhnya berukuran super, Farah menunjukkan kecerdasannya dalam pelajaran Matematika. Dia pun diminta mewakili sekolah dalam OSN Matematika, bersama Sri di pelajaran Biologi, dan Eileen di pelajaran Fisika. Keluarganya sangat bangga akan hal ini. Padahal dulu ketika Farah masih bayi dan sangat gendut, banyak yang berkata bahwa bahwa bayi gendut biasanya tidak cerdas. Tapi buktinya, sekarang Farah malah terpilih ikut OSN.
Di sekolah, Farah sering diejek gendut oleh kawan lelakinya. Tak pelak, hal ini membuatnya agak minder. Setelah kejadian itu, ketika di keluarganya terhidang makanan enak, Farah berpikir dua kali untuk melahapnya. Karena Matematika adalah kegemarannya, Farah pun berinisitif untuk menghitung berat badannya. Setelah memasukkan angka-angka pada rumus, keluarlah hasilnya bahwa Farah obesitas. Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk berdiet. Tawaran makanan enak dari sang ibu tak diindahkan. Hingga suatu ketika, saat dia berkunjung ke rumah sanak saudaranya, Farah jatuh pingsan dan harus dirawat di rumah sakit.
***
Ini kali kedua saya membaca buku penulis. Yang pertama kali saya baca adalah buku nonfiksi tentang ta'aruf. :p Yah, waktu itu memang sedang mempersiapkan diri sebelum saatnya tiba. Beda rasanya ya, membaca nonfiksi dan buku fiksinya. Hehe.
Huh-hah. Ngos-ngosan nulis sinopsisnya. Kepanjangan yak. Heheheh. Intinya, novel ini bercerita tentang tiga orang siswi SMA yang akan mengikuti OSN. Ketiganya berasal dari latar belakang yang berbeda, Sri orang Jawa asli, Eileen keturunan Tionghoa, dan Farah keturunan Arab. Dalam persiapan untuk mengikuti OSN, ketiganya sama-sama memiliki masalah yang cukup menyita perhatian. Tapi ya, endingnya semua masalah terselesaikan sih. Udah gitu aja,
Sayang sekali tidak ada cerita yang lebih dalam dari hubungan Sri-Eileen-Farah. Awalnya saya mengira akan ada hubungan persahabatan di antara mereka. Tapi ternyata ceritanya hanya sebatas masing-masing orang. Ketiganya terlihat punya "hubungan" pas di bagian akhir aja.
Namun, saya salut dengan penulis yang mengangkat kehidupan masyarakat Semarang yang ternyata terdiri dari tiga unsur budaya, Jawa, Tionghoa, dan Arab. Dan ketiganya bisa hidup berdampingan. Unsur budayanya diperkuat dengan kehadiran tradisi Dugderan yang menampilkan patung warak ngendog yang merupakan pencerminan dari keharmonisan tiga budaya di Semarang.
Nilai-nilai Islam juga disisipkan penulis dengan kehadiran Farah dan keluarganya. Bagaimana pada zaman dahulu memiliki anak perempuan mendatangkan kemurkaan luar biasa pada diri keluarganya, tetapi setelah Islam datang, justru melahirkan anak perempuan menjadi sebuah kesyukuran tersendiri. Selain itu, disebutkan juga bahwa dalam Islam tidak ada istilah pacaran.
My Rate:
Wah, makasih ya sudah meresensi dag, dug, dugderan. Terima kasih atas sarannya :-)
ReplyDelete