Tuesday, December 17, 2013

The Time Keeper by Mitch Albom

Judul: The Time Keeper: Sang Penjaga Waktu
Penulis: Mitch Albom
Alih bahasa: Tanti Lesmana
Desain sampul: Eduard Iwan Mangopang
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 312
Cetakan ke-1: Oktober 2012
*Beli di Gramedia Matraman*



The Time Keeper adalah karya Mitch Albom pertama yang saya baca. Di awal saya merasa agak absurd soal ceritanya tentang Dor. Meskipun agak membingungkan di awal, tapi akhirnya saya mampu memahami pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembacanya, yaitu untuk lebih menghargai waktu dengan memanfaatkannya sebaik mungkin.

Dahulu kala, hidup tiga anak yang bersahabat, yaitu Nim, Dor, dan Alli. Dor dan Alli sendiri seolah tidak dapat dipisahkan, dan akhirnya mereka menikah setelah dewasa. Sejak kecil, Dor suka menghitung dan mengukur. Saking sibuknya mengukur, rumah tangga Dor jauh dari berkecukupan. Kerjanya hanya mengukur, mengukur, dan menghitung. Berbeda dengan Nim yang dewasanya telah memperoleh kekuasaan, bahkan membangun menara untuk mengalahkan dewa di langit.


Dor menjadi pengukur segala sesuatu. Dia menandai batu-batu, menakik tongkat-tongkat, menyusun ranting-ranting, kerikil-kerikil, apa saja yang bisa dihitungnya. (h. 21-22)

Karena Dor tidak mau bergabung dengan Nim untuk mengalahkan dewa-dewa, dia diusir dari daerah tersebut. Dor pun pergi bersama Alli ke dataran tinggi dan tinggal di sana. Setelahnya, Dor masih melakukan hobi mengukurnya seperti dulu. Suatu hari, ada sepasang lanjut usia mengunjungi tempat tinggal Dor dan Alli. Dua tamu yang terlihat penyakitan. Dor sudah mewanti-wanti Alli untuk tidak menyentuh mereka. Namun, ketika kedua tamu itu pamit pulang, Alli tak kuasa menolak ajakan cipika-cipiki tamunya. Akhirnya, Alli tertular penyakit tersebut.

Akan tetapi saat ini dia memanjatkan permohonan kepada dewa-dewa yang paling berkuasa--yang memerintah matahari dan bulan--supaya mereka menghentikan segalanya, supaya dunia ini tetap gelap, supaya jam airnya meluap. Bila itu dikabulkan, maka Dor akan memiliki waktu untuk menemukan Asu yang bisa menyembuhkan istri tercintanya. (h. 55)

Alli sekarat lalu meninggal. Dor langsung pergi ke menara Nim untuk menghentikan waktu. Setelah berbagai kejadian aneh dia alami di perjalanan naik ke puncak menara, akhirnya Dor sampai di sebuah gua dan bertemu seorang lelaki tua yang pernah dijumpainya dulu. Menurut sang lelaki tua, ini adalah hukuman bagi Dor. Di dalam gua, Dor mendengar berbagai keluh kesah manusia tentang waktu. Hingga takdir memintanya turun ke bumi dan menemui dua manusia yang harus ia ajarkan tentang pengalamannya, yaitu Sarah Lemon dan Victor Delamonte.

Dan manusia tidak pernah punya cukup waktu. Manusia memohon kepada Langit untuk memperpanjang jam-jam. Rasa laparnya tidak terpuaskan. Permintaan-permintaannya tidak pernah berhenti. (h. 90)

Lalu dimanakah letak kebingungan saya. Letaknya adalah pada, kenapa Dor dihukum menetap di gua dan mendengar keluh kesah tentang waktu? Saya masih agak bingung, apakah dihukum karena dia terlalu rajin menghitung dan mengukur atau karena mau menghentikan waktu atau karena keduanya. Lalu saya baca lagi, karena Dor menghitung waktu, ini menjadi cikal bakal manusia terobsesi pada penghitungan waktu dan tidak dapat bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan padanya. ._.

Saya masih belum sejalan dengan konsep yang diajukan Albom di sini. Hehe. IMO, menghitung waktu dan bersyukur atas karunia Tuhan seharusnya dapat berjalan bersisian; idealnya begitu. Toh, menghitung waktu juga bisa dalam rangka memaksimalkan waktu yang dimiliki; ini adalah salah satu bentuk kesyukuran, kan? Yaa, meskipun di lain sisi memang ada orang yang merasa waktu berjalan terlalu cepat atau terlalu lambat, dan akhirnya dia mengeluh. Mungkin di bagian ini Albom ingin mengkritisi kita. Mengkritisi orang-orang yang mengeluhkan tentang waktu tanpa mengoptimalisasikannya. Ada baiknya energi untuk mengeluh dialihkan ke kerja-kerja nyata. *tsaaah

Diceritakan dari sudut pandang orang ketiga, kisahnya berakhir dengan happy ending, dengan semua pihak dapat mengambil pelajaran dari kesalahan mereka, baik Dor, Sarah, Victor, dan (diharapkan pula) pembaca. Saya sendiri mulai menikmati cerita ketika Dor sudah diutus untuk turun ke bumi dan memiliki kuasa menghentikan memperlambat waktu; karena sejatinya waktu tak dapat dihentikan.

Kisah yang dibawakan dalam The Time Keeper memiliki pesan moral yang begitu dalam, tetapi disampaikan dengan cara yang jauh dari kesan menggurui pembaca. Pembaca dapat langsung belajar dari kesemua tokohnya. Saya merekomendasikan buku ini untuk pembaca sekalian, dari usia remaja sampai lansia deh. ;)


My Rate:





2 comments:

  1. Aaaa.. istrinya mati? Aku enggak mau baca! #teruskenapa
    Tadinya niat mau baca ini, tapi mengingat aku lagi enggak bisa baca yang sedih-sedih karena lagi cengeng, nanti aja deh. Skip :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi endingnya romantis cheii, *_* si Dor ikutan mati di sebelah Alli.. #spoilerrrrr!!!!

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...