Thursday, September 05, 2013

Sketsa Terakhir

Judul: Sketsa Terakhir
Penulis: Kei Larasati dan Vanny P. N.
Penyunting: Clara Ng
Ilustrasi Sampul: Lidia Puspita
Perancang Sampul: Teguh Pandirian
Penerbit: PlotPoint Publishing
Jumlah Halaman: 239
Cetakan Pertama: Juni, 2013
*Buntelan dari Kak Kei Larasati*


Tapi, jika jatah hidupnya telah digariskan tinggal beberapa saat lagi, akankah Tio sanggup menjalani hidup penuh kepura-puraan? (h. 79)

Tio Ananta, atau yang biasa dipanggil Tio, anak seorang pengidap Leukemia. Ibunya, Ratih, meninggal akibat penyakit ini. Tio benci ayahnya. Ayah yang telah meninggalkannya dengan ibunya yang sakit-sakitan dengan alasan mencari uang. Tio sangat suka dan ahli membuat sketsa. Dalam sebuah presentasi, dia tumbang dan dilarikan ke rumah sakit. Dokter curiga dia mengidap leukemia. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, ternyata kecurigaan sang dokter benar. Sel-sel kanker telah berkembang di dalam darahnya.

"Tidak bisa dipastikan, semuanya tergantung kondisi dan daya tahan tubuh pasien. Tapi dengan keadaan seperti kamu sekarang ini, kemungkinan dua sampai lima tahun...." (h. 49)

Bagaimana rasanya divonis seperti itu? Depresi. Itu yang Tio alami. Menjadi lebih kekanak-kanakan.


Drupadi, tunangan Tio. Gadis mungil, tapi ketegarannya tidak diragukan lagi. Gadis yang sangat mencintai Tio, rela melakukan apa saja untuk mendapatkan hatinya. Sepuluh tahun terus bertahan menyayangi Tio dengan harapan hati Tio akan luluh atas segala pengorbanannya. Dru dan Tio akan menikah dalam waktu dekat. Namun, Dru yang berjuang sendiri menyiapkan segala sesuatunya. Tio seakan tidak peduli pada hal ini sama sekali. Menganggapnya tidak penting. 

Martin, sahabat Tio sejak memasuki dunia kerja. Humoris, digandrungi banyak wanita. Ketampanannya sering ia gunakan sebagai taktik mendapatkan tender dari calon-calon klien perusahaan desain Martin dan Tio. Sangat lihai dalam melobi calon klien. Jatuh cinta pada Dru sejak pandangan pertama, tapi sayangnya saat itu Dru sudah menjadi kekasih Tio. Namun, Martin tetap mengedepankan hubungan persahabatannya dengan Tio, meskipun rasa iri sering kali hinggap di dadanya kala menyaksikan atau mendengar betapa perhatiannya Dru pada Tio.

"Leuke... astaga, Tio!" Martin menatap sahabatnya itu dengan mata membelalak. Tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Bagaimana bisa? Sejak kapan? Sialan, jangan abaikan gue, Tio!" serunya sambil menggebrak meja sekali lagi. Ada nada putus asa yang terdengar dari suaranya. (h. 58)

Renata Karim, gadis berambut pendek, sahabat Tio sejak kecil. Saking dekatnya mereka, di masa kuliah, banyak yang menganggap mereka pasangan yang serasi. Kemana-mana berdua. Rena sebenarnya dikenal sebagai wanita yang sering berganti pacar, sedangkan Tio, pemuda yang lebih suka menjadi single daripada pacaran. Sejak kedatangan Dru di kampus, mereka menjadi tiga sekawan, Rena-Tio-Dru. 

Pesona Tio selalu mampu menarik hati gadis-gadis di kampusnya, tidak terkecuali Dru. Sejak pertama kali bertemu dengan Tio, Dru langsung merasakan getaran yang aneh, seolah ada kupu-kupu di dalam perutnya. Dru jatuh cinta pada Tio. Namun, Tio sebenarnya mencintai Rena. Sayangnya dulu Tio takut mengungkapkan perasaannya secara langsung pada Rena. Dan ketika divonis usianya tidak lama lagi, dia ingin bertemu Rena sekali lagi dan mengatakan semuanya, tentang perasaannya pada Rena. Ternyata Rena akan menggelar pamerannya yang pertama di Jakarta. Bagi Tio, inilah kesempatan terbaik untuk melaksanakan misinya itu. Berhasilkah Tio mengungkapkan perasaannya pada Rena? Simak kelanjutan hubungan Tio-Dru-Martin-Rena dalam Sketsa Terakhir.

"Iya, lo bener. Gue nggak akan tau gimana rasanya. Tapi satu hal yang gue tau pasti, kalo gue jadi lo, gue akan lebih menghargai orang yang peduli dan yang ingin menghibur gue." - Martin (h. 102)

***

Di era menjamurnya novel lokal dengan judul berbahasa asing, saya sangat mengapresiasi karena novel ini berani bersikap antimainstream dengan menggunakan bahasa Indonesia. :))

Dengan tagline "Setiap goresan bermakna ketulusan", tadinya saya pikir buku ini akan menyajikan cerita-cerita pendek yang terikat pada satu benang merah, yaitu sketsa. (Padahal jelas-jelas gak ada label "omnibook"-nya) Ternyata dugaan saya salah. Ketika membalik halaman sampul muka, terpampang sebuah gambar buku dengan tulisan Renata Karim yang di-striketrough lalu diganti dengan tulisan Tio Ananta, it impressed me, meskipun pada awalnya saya kurang menyadari maksudnya. Termasuk gambar-gambar di tiap akhir bab, saya juga sangat menyukainya.

Sketsa Terakhir adalah salah satu novel yang bisa digolongkan ke dalam sick lit, meskipun penyakitnya tidak terlalu banyak diekspose di dalam cerita, tidak seperti The Fault in Our Stars. Akan tetapi bagi saya, ceritanya tetap mengalir dan saya merasakan emosi yang dibangun kedua penulis, meskipun konflik cerita tidaklah rumit. Saya merasakan betapa depresinya Tio dan betapa menjengkelkannya dia bagi tunangan, sahabat, dan ayahnya. Dan saya salut, ketiganya tetap mampu bertahan mendampingi Tio sampai akhir. Selain itu, ada twist dalam novel ini. Saya sempat mengira, pada akhirnya si anu akan bersama si anu. Tapi ternyataaa...baca sendiri deh. :p (FYI, saya sampai berkaca-kaca bacanya, mau nangis tapi lagi baca di tempat umum, kan malu.. *curhat*)

Pembangunan karakternya saya rasa sudah pas dan berapa proporsinya dalam cerita. Tiap tokoh memiliki karakter khasnya, sehingga pembaca dapat dengan mudah mengenali siapa yang sedang berbicara atau pikiran siapa yang sedang dijelaskan. Karakter favorit saya adalah Martin. Yaa, meskipun dia terkenal playboy (kalo playboy biasanya ganteng kan XD), tapi dia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persahabatan. (Halah!) Selain itu, Martin juga humoris. Ngakak lah gegara pikiran random-tapi-dodolnya Martin. :D

Soal format penulisannya, tidak ada masalah bagi saya, kecuali beberapa kesalahan pengetikan dan kekurangan tanda baca, tapi jumlahnya sedikit, sehingga sama sekali tidak mengurangi kenikmatan saya dalam membaca novel ini. Soal blurb di bagian belakang buku, saya berekspektasi kalimat-kalimat ini ada di dalam novel, ternyata tidak. Namun, kalimat-kalimat itu menjelaskan sedikit tentang apa yang ada di kepala masing-masing tokoh. Dan saya rasa dari sana pembaca dapat menebak apa yang terjadi di akhir kisah, meskipun tidak seluruhnya dan bukan bagian yang paling penting. :))

Love it. Saya menatikan karya-karya Kak Kei dan Kak Vanny berikutnya. :)

"Berapa banyak pun air mata yang tumpah tak akan memperbaiki keadaan. Jadi, lebih baik kita tertawa dan menikmati hidup ini," ucap Rena suatu saat. (h. 146)

My Rate:

 

4 comments:

  1. Wah ini yang Clara Ng project kemarin ya?
    Hmm, kayaknya aku juga mau baca deh. Aku pecinta novel Indo yang pakai dialog bahasa Indonesia (bukan bahasa gaul) kayak gini. Lagian cerita mewek2 gini memang biasanya bagus..bagus karna sukses bikin mewek :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak Tantri..dapet buntelan via Mbak Dessy, tp belum laporan review di fb.. :))

      Kalo isinya sih ada kata-kata berbahasa Inggrisnya, tapi gak banyak.

      Delete
  2. hmm, aku selalu suka sama novel yg ada tokoh cewe gigih berjuang, rela berkorban buat sang cowok, kayak Drupadi ini, sama tokoh Luhde di Perahu Kertas. memotivasi banget hihihi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di novel ini aku tuh guemesss banget sama si Tio. Teganya sama Dru.. *uyel-uyelTio,peluk Dru* :')

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...