Penulis: Riawani Elyta
Penyunting: Laurensia Nita
Perancang sampul: Satrio d'Labusiam
Penerbit: Bentang Pustaka
Jumlah halaman: 232
Cetakan pertama: Maret 2013
Harga: Rp 39.000
*Beli di Gramedia Grand Indonesia*
Setelah kepergian Andro, sang suami, Dania begitu rapuh. Andro yang telah mengenalkannya pada dunia kopi. Untuk menghalau rindunya pada sang suami, toples-toples kopi di kabinet dikosongkan, coffee maker yang biasa dioperasikan Andro pun disimpan rapat-rapat. Begitu pula dengan tempat minum yang biasa digunakan Andro.
Sesuatu yang dibangkitkan oleh kopi, untuk saya efeknya seperti rasa rindu. Rindu yang sama pekatnya seperti warna asli kopi. Ketika kita sudah mendapatkannya, kita akan berpadu dengan rasa rindu dan membuatku ingin menikmatinya secara perlahan, tidak menyia-nyiakan sampai tetes terakhir. (hal. 43)
Suatu pagi, tiba-tiba telah tersedia segelas kopi di meja kamar Dania. Ternyata isinya adalah kopi kemanisan buatan Mbak Asih yang diantarkan Sultan, anak Dania-Andro, atas perintah sang Oma. Dania tergerak untuk meminum kopi dari gelas kenangan itu. Sebuah kemajuan, yang akhirnya menyadarkan Dania bahwa roda kehidupan harus berputar, begitu pula dengan roda bisnis kafenya, Kafe Katjoe Manis. Kafe yang setelah kepergian Andro ditutup selama sekitar dua pekan, yang membuat dua orang karyawannya mengundurkan diri karena khawatir akan keberlangsungan kafe.
Sebelumnya, Dania memang tidak pernah terlalu disibukkan dengan kegiatan mengurus kafe, ada Ratih yang membantu Andro mengurus semua hal administratif di sana. Ratih pula yang mengusulkan kepada Dania untuk membuka lowongan bagi seorang barista, posisi yang ditinggalkan Andro. Terpilihlah Barry, seorang barista berpengalaman yang entah kenapa mau pindah dari tempat kerjanya yang lama demi sebuah kafe lain yang belum punya 'nama', seperti Katjoe Manis.
Bagaimanapun, konsistensi dalam sebuah brand memang hal mutlak, tetapi, maaf kalau saya katakan bahwa sebuah brand juga harus fleksibel dan adaptif. Coca-cola bisa bertahan sampai sekarang karena mereka terus mengeksplorasi ide-ide kreatif tanpa merusak brand image. (hal. 113)
Meskipun sekarang sudah ada Barry yang menggantikan posisi Andro di kafe, bisnis Dania tidak serta merta berjalan mulus. Satu demi satu rintangan menerpa Katjoe Manis. Mulai dari tawaran Redi, kakak Andro, untuk mengambil alih kafe, datangnya pesaing baru yang menyedot perhatian dan pelanggan Katjoe Manis, makin sepinya kafe, keluarnya seorang barista, hingga terbakarnya tempat usaha yang telah dirintis dari nol ini. Mampukah Dania mengatasi berbagai kemelut dalam melanjutkan perjuangan suaminya menyukseskan bisnis kafe ini?
Tetapi, sebagai orang beragama, aku sadar, prasangka buruk hanya akan menggiringku pada kebencian dan rasa cemas. (hal. 175)
Tidak terlalu banyak hal tentang kopi yang diceritakan dalam novel ini. Namun, keberadaan informasi-informasi baru (bagi saya) tetap ada, semisal kayu manis mampu membangkitkan cita rasa pada minuman hangat seperti kopi, teh, dan coklat. Selain itu, dalam novel ini juga disematkan beberapa ilmu marketing, seperti yang telah saya kutip di atas, pada kutipan halaman 113.
Hal yang paling saya sukai dari novel ini adalah penyajian konfliknya yang bertahap dari konflik ringan hingga klimaks, eksekusi terkait penyelesaiannya pun memuaskan. Selain itu, seperti kebanyakan pembaca lain, saya juga menyukai kover buku yang unik, disampul oleh kertas coklat seperti bungkus kopi kiloan sungguhan. Namun, saya kurang puas dengan ending-nya, hehe. Pengennya terjadi sesuatu yang besar antara tokoh utama dengan tokoh pembantu yang cukup punya peran baik dalam kehidupan sang tokoh utama. :P
The Coffee Memory lebih menonjolkan mengenai problematika dalam dunia usaha dibandingkan sisi romannya. Menurut saya, nuansa romannya hanya terasa samar-samar. Jadi, bagi pecinta roman garis keras mungkin akan sedikit kecewa dibuatnya, mengingat novel ini termasuk dalam salah satu seria Love Flavour-nya Bentang Pustaka. Akan tetapi, saya tetap merekomendasikan novel ini sebagai bacaan yang ringan tapi sarat akan makna. ^^
My Rate:
No comments:
Post a Comment