Thursday, January 10, 2013

Negeri 5 Menara

Judul: Negeri 5 Menara
Penulis: A. Fuadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 432 halaman
Cetakan ke-12, Juli 2011
Dibeli saat Islamic Bookfair 2012

***

Bagi sebagian orang pondok pesantren adalah momok. Di tempat itu ada banyak tuntutan, terutama tuntutan kemandirian, disiplin, dan kerja keras. Seolah tidak akan ada waktu untuk sekadar hepi-hepi menyalurkan kesenangan masa muda. Seolah kegiatannya hanya belajar dan melakukan pekerjaan-pekerjaan asrama, seperti bersih-bersih atau mencuci.

Namun, novel karya A. Fuadi ini menyajikan sisi lain kehidupan pesantren yang mengasyikkan. Bahwa selain tuntutan di atas kita bisa merasakan kebersamaan, meraih prestasi, dan hal-hal asyik lainnya. Asyik yang insyaAllah bermanfaat.

Novel ini dibuka dengan menyematkan kata mutiara dari Imam Syafi'i. Berikut saya kutipkan sebagian
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Alif, anak lelaki tamatan MTsN yang pernah bercita-cita belajar di SMA terbaik Bukittinggi harus menghempaskan cita-citanya itu demi menuruti perintah Amaknya, bersekolah di madrasah.
Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. (halaman 8)
Hm, madrasah? Setelah membaca surat dari Pak Etek Gindonya, Alif memutuskan untuk merantau jauh ke Jawa, belajar di Pondok Madani. Setelah perjalanan tiga hari, akhirnya Alif diantar ayahnya sampai di terminal Ponorogo dan disambut oleh seorang anak muda berkaos putih lengan panjang, Ismail namanya. Merekapun diantar menuju PM. Petualangannya pun dimulai.

Di PM, dia berkenalan dengan Dulmajid dari Madura, Raja dari Medan, Atang dari Bandung, Said dari Surabaya, dan Baso dari Sulawesi. Keenam anak ini punya karakter, preferensi, dan prestasinya masing-masing. Mereka memiliki sebuah basecamp, yaitu di kaki menara Masjid Jami, sehingga mereka dijuluki Shahibul Menara oleh teman-teman lainnya. Di sana mereka biasa berkumpul dan melakukan banyak hal, mulai dari menceritakan mimpi masing-masing sampai berdiskusi tentang pelajaran, dari merencanakan amal kebaikan, sampai menyetujui "makar".

Selama di PM, rasa-rasa keterpaksaannya tidak benar-benar hilang. Akan tetapi, hal itu seringkali tertutup oleh keikhlasan para asatidz dan kawan seperjuangan. Hingga suatu hari ia benar-benar merasakan ingin keluar dari PM.

Apa saja yang dialami Alif di PM? Silakan membaca lanjutan kisahnya secara lengkap di novel Negeri 5 Menara.

***

Negeri 5 Menara adalah novel trilogi yang sudah difilmkan dan sudah dicetak ulang dalam versi berbahasa Inggris. Novel ini juga pernah menyabet penghargaan Buku & Penulis Fiksi Terfavorit API 2010 (dan saya baru selesai baca -_-) serta menjadi nominasi 10 besar Khatulistiwa Literary Award 2010. Tidak heran kalau novel ini berprestasi, gaya penceritaan maupun penokohan yang dibuat oleh A. Fuadi benar-benar keren. Saya seolah benar-benar mengenal sosok enam bersahabat tersebut. Deskripsi per tokohnya, terutama tokoh utama berhasil membentuk imaji saya tentang mereka.

Nilai plus lainnya adalah, pembaca bisa belajar bahasa Minang, Inggris, dan Arab sedikit-sedikit melalui novel ini, tentunya dengan dibantu catatan kaki yang diletakkan di bagian bawah halaman. :)

Di dalam novel ini banyak kata yang quote-able, hehe. Terutama pesan-pesan dari para Ustadz. Termasuk kata-kata Said, yang dinilai paling dewasa di antara keenam pemuda ini. Pesan-pesan moralnya ngena banget menurut saya, tentang berbakti kepada orang tua, kedisiplinan, tentang keikhlasan, tentang persaudaraan, dan utamanya tentang meraih mimpi.

Di awal saya merasa alurnya terlalu lambat, sedikit menjemukan di bagian yang menceritakan perjalanan Alif ke PM. Terlalu detil. Kemudian konstan maju hingga menceritakan pengalaman liburan mereka. Lalu saya terkaget-kaget dengan kisah "A Date on The Atlantic", ternyata alurnya di bawa ke masa kini. Dan lebih kaget lagi setelahnya langsung diceritakan mengenai perjalanan di kelas enam. Jeder!! Kayaknya baru beberapa bab sebelumnya ujian kelas satu deh. -_-

Kekurangan lainnya adalah penggunaan imbuhan pada kata yang hanya memiliki satu suku kata, misalnya kata bom. Jika diberi imbuhan me-, kata bom seharusnya menjadi mengebom, bukan membom. Kesalahan yang konsisten, hehe. Selain itu, juga ada sedikit typo, kurang satu huruf sih.

Namun, kekurangan-kekurangan di atas sangat dapat tertutup dengan apiknya cerita yang dirangkai oleh penulis. Akhir kata, saya merekomendasikan buku ini untuk semua orang. Terutama adik-adik yang berencana melanjutkan pendidikan di PM, tidak terkecuali para orang tuanya. PM itu keren kok! #eh


4 comments:

  1. AKu kok nggak pernah selesai ya baca ini... -_- bosan dengan basa basinya yang terlalu panjang...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha...karena penulisnya ini orang media mungkin ya, jadi tulisannya juga terkesan serius..yang bisa jadi mengarahkan pembacanya pada kebosanan~
      diswap/jual aja kak.. :))

      Delete
    2. Hahaha..., ini aja dapet hadiah kok..., Eh, boleh juga tuh swap-swap-an... siapa yang mau tapi yah? kayaknya udah pada baca semuaa..

      Delete
  2. Aku suka banget novel ini
    Aku bertolak belakang sama mbak yang enggak suka dengan alur cerita yang terlalu lambat saat dia mau ke PM. Justru aku paling suka bagian itu. Karena settingnya di kampungku Maninjau-Bukittinggi. Logatnya juga pas banget bahasa minangnya. Bukan bahasa minang yang di Indonesiakan. Aku berasa pulang kampung membaca novel negeri 5 menara ini. hehe. Kampuang nan jauah di mato

    -rizka-

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...