Friday, November 09, 2012

Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela


Penulis: Tetsuko Kuroyanagi
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal buku: 272 halaman
Ukuran: 13.5 x 20 cm
Harga: Rp 50.000,00

Awalnya tertarik membeli dan membacanya karena di beberapa review yang saya baca, pesan yang ingin disampaikan adalah tentang pendidikan anak. Dan berdasarkan cerita beberapa kawan, buku ini termasuk a should-read book. :)

Tetsuko Kuroyanagi, atau yang biasa dipanggil Totto-chan menjadi tokoh sentral di dalam buku ini. Berformat (seperti) catatan harian dari sudut pandang orang ketiga, penulis berhasil menceritakan hampir detil dari kisah masa kecilnya. Ia yang sempat dikeluarkan dari sekolah konvensional karena keunikannya, lalu pindah ke sekolah baru yang menurutnya sangat menyenangkan, dan kejadian-kejadian yang mengesankan-juga menyedihkan- bagi Totto-chan ada di dalam buku ini.

Lalu, darimana kita mendapatkan pelajaran tentang pendidikan anak?

Nah, di sekolah barunya ini Totto-chan bertemu dengan kepala sekolah yang sangat ia sukai, yaitu Mr. Kobayashi. Dari dialah kita bisa belajar, betapa sabarnya ia ketika mendengarkan anak didiknya berbicara, betapa ia kreatif menumbuhkan rasa percaya diri bagi murid-muridnya di Tomoe-sekolah yang dipimpinnya-, dan betapa ia begitu memahami perasaan setiap murid-muridnya.

Tomoe bukanlah sekolah legal-terdaftar di (semacam) Dinas Pendidikan- dan juga bukan sekolah yang menganut kurikulum konvensional. Semua sistemnya benar-benar berbeda. Mungkin di Indonesia kita menyebutnya dengan istilah sekolah alam. Nah, untuk yang satu ini, sepertinya sulit untuk diadopsi di sekolah-sekolah dasar di kota Jakarta yang tak punya banyak lahan kosong. Namun, menurut saya, metode belajar di Tomoe masih bisa diterapkan di taman kanak-kanak, dengan modifikasi tentunya, karena di TK sendiri belum ada "mata pelajaran".

Pagi tadi sempat membayangkan bagaimana jika SD-SD di Jakarta ini menerapkan sistem seperti itu. Dengan jumlah murid yang biasanya sekitar lebih dari 30 orang/kelas -padahal tiap tingkatan kelas bisa ada lebih dari satu kelas- untuk SD reguler. WOW. @_@

Back to the topic, Tomoe Gakuen ini bersimbol dua buah koma berwarna hitam dan putih. Dalam imajinasi saya bentuknya seperti lambang yin dan yang. :p Entah benar atau salah, hehe. Di atas saya sebutkan mirip sekolah alam karena di sini murid-murid tidak belajar di ruang kelas seperti sekolah-sekolah konvensional lainnya. Murid-murid belajar di gerbong-gerbong kereta api yang sudah tak terpakai. Just imagine it. :)
Di bagian hampir akhir, diceritakan kisah yang tone-nya berkebalikan dengan kisah-kisah sebelumnya. Terjadi beberapa kejadian menyedihkan, salah satunya adalah kematian salah seorang teman sekelas Totto-chan.

***

Saya suka cara Tetsuko Kuroyanagi menceritakan kisahnya. Sederhana, tidak membosankan, justru membuat saya penasaran, ada cerita apalagi ya setelahnya, atau kreatifitas apalagi yang diperbuat oleh Totto-chan, atau ada pelajaran apalagi ya. Hmm, tokoh Mr. Kobayashi dan Ibu Totto-chan menurut saya adalah yang paling menginspirasi karena mereka berhasil menghadapi keunikan Totto-chan tanpa meninggalkan luka di hati Totto-chan.

Mengingatkan saya pada sosok Rasulullah, ahsanul uswah, yang senantiasa berlaku lemah lembut terhadap anak-anak. Ingat kisahnya ketika diompoli seorang anak lalu ibu sang anak menariknya dengan kasar. Rasulullah berkata, "Dengan satu gayung air, bajuku yang terkena najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan. Akan tetapi, luka hati anakmu karena rengguta mu dari pangkuanku tidak bisa diobati dengan bergayung-gayung air". :')

Ah iya, ada satu hal yang masih janggal di kepala saya, tentang kegiatan berenang di Tomoe. Akal saya masih belum terima bagaimana kebijakan tersebut bisa mengurangi rasa minder seorang anak. Hmm. Yang sudah membaca mungkin bisa menebak bagian mana yang janggal, hehe.
Empat bintaaang (dari lima)! :D

7 comments:

  1. Totto Chan, pengin banget beli tapi sayangnya sampai aku nulis di kolom komentar ini belum juga kesampaian :( tapi aku sudah berhasil meyakinkan temanku untuk membelinya :) Menurutku, cerita Totto Chan sangat mendidik tanpa melalui proses menggurui (sesuatu yang belum tentu disukai orang). Dan, siapa yang mengira, buku yang kelihatannya seperti buku cerita anak-anak ini bisa dibaca untuk segala usia (menurutku demikian). Baiklah, besok kalau sudah ada rezeki aku akan membelinya. Terima kasih untuk reviewnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi..lalu minjem ya?
      Novel ini worth it untuk dikoleksi lho..

      Delete
  2. pengeeeeeenn bacaaaa.... :D apalagi tentang pendidikan... latar tempatnya disekolah.... aduh makin pengen bacaaaa......

    ReplyDelete
  3. Iya mbak, novel ini keren banget. Secara ga langsung kita bisa belajar cara mendidik dengan cara Jepang zaman dahulu, namun tetep bisa di sesuaikan disini. Mungkin kalo di sesuaikan di sekolah umum susah, tapi kalo di terapin ke anak les kita (kalo punya) atau adik-adik kita bisa nggak ya? hehe. Iya, yang tentang berenang dan menghilangkan rasa minder. Kalo di Indonesia kok rasanya ga cocok ya :D

    ReplyDelete
  4. Ini nonfiksi kan ya? Aku baca ebooknya :3

    ReplyDelete
  5. setelah harus menunggu 2 tahun sejak membaca buku ini pertama kali - akhirnya kesampaian juga punya bukunya *elus-elus* thanks to Bajay Jabo #kedip

    wew, aku suka review ini *selain emang suka bukunya juga*
    entah, kenapa saya selalu suka review yang tidak terlalu panjang, tapi bisa mengambarkan keseluruhan isi buku ^_^

    keep wiriting ya Nisa *aku juga masih perlu banyak belajar nih, mampir dong ke blog-ku* #kode

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...