Friday, November 09, 2012

Cipinang Desa Tertinggal

Judul: Cipinang Desa Tertinggal
Pengarang: Rahardi Ramelan
Tahun Terbit: 2008
Jumlah Halaman: 190
Penerbit: Republika
Harga: Rp 35.000

Pada tanggal 24 Desember 2002 oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rahardi Ramelan dijatuhi vonis hukuman penjara 2 tahun ditambah subsider 3 bulan, denda 50 juta rupiah, dan mengembalikan uang negara sebesar 400 juta rupiah atas kasus Buloggate II. Karena tidak puas, ia mengajukan banding, tetapi Pengadilang Tinggi justru memperkuat keputusan PN. Tidak menyerah sampai di situ, ia lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Terus menerus ia melakukan usaha untuk meluruskan perkara yang membelitnya, karena menurutnya ada ketidakadilan di dalamnya.
Proses pengadilannya pun bukan tanpa kejanggalan. Salah satunya, perihal putusan Mahkamah Agung tertanggal 27 Oktober 2004 yang baru ia ketahui pada tanggal 12 Agustus 2005, 10 bulan setelahnya. Ada apa sebenarnya?
Jelaslah bagi saya dan bagi kita semua yang tidak buta politik, bahwa kasus Buloggate I dan Buloggate II adalah kasus politik antara Partai Golkar dan PKB dalam perebutan kekuasaan.
***

Selama di penjara, ia mengamati banyak hal, termasuk dekadensi Konsep Pemasyarakatan. Menurut pemahamannya, Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat "pembinaan" agar penghuninya bisa kembali ke masyarakat secara baik. Akan tetapi, fakta berkata lain. Di sana, tiap urusan ada "ongkos"nya, legal maupun ilegal. Hak-hak menikmati kemerdekaan bagi narapidana pun hampir tidak pernah diberikan pada waktunya.


(sumber: dari sini)

Melihat apa yang ia alami dalam proses mencari keadilan sebelumnya, ia yakin bahwa mereka yang seharusnya dipidana, para penjahat kelas kakap,  justru lebih banyak berada di luar sana. LP pun dipenuhi penjahat kelas teri, yang tidak sedikit dari mereka bahkan bingung alasan mereka dijebloskan ke penjara yang kelam itu.

Ujang misalnya, ia dipenjara karena orang tua pacarnya melaporkan bahwa ia telah menculik anak gadis mereka. Padahal sebenarnya Mulia (pacarnya) sendiri yang tidak mau pulang, Ujang dan bibinya sudah berusaha membujuk. Sampai di Polsek, ia dipukuli karena tidak mau mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya (kayak di tipitipi ya?). Begitu pula di LP, selama di Blok Transit beberapa kali ia dipukuli sesama tahanan. Dan akhirnya ia divonis 4 tahun penjara atas fitnah tersebut.

***

Buku ini awalnya, karena menceritakan mengenai proses peradilan Rahardi Ramelan, banyak menggunakan istilah-istilah hukum, yaitu ruilslag, subsider, saksi a de charge, dan lain-lain. Saya yang bukan orang hukum sebenarnya tidak mengetahui arti persisnya. Namun, hal ini tidak mempengaruhi pemahaman atas isi cerita.
Melalui tulisannya, Rahardi Ramelan benar-benar membuka mata pembacanya mengenai kehidupan sebenarnya di dalam LP Cipinang sekitar tahun 2005-2006. LP sudah sangat mirip perkampungan, bisa dibilang kumuh bahkan. Kehidupannya pun seperti yang ada di masyarakat, sebagian dari narapidana bekerja pada narapidana lain atau pihak LP, misalnya menjadi tukang, kontraktor, bahkan penjual pulsa. Di LP sendiri, penggunaan telepon genggam sudah menjadi rahasia umum.
Buku ini juga dilengkapi Kamus Gaul Cipinang di bagian belakangnya. Hal ini untuk memudahkan pembaca memahami istilah-istilah yang sering digunakan oleh para narapidana di LP Cipinang yang juga digunakan oleh Rahardi Ramelan dalam bukunya.

Buku ini sebenarnya sarat pengetahuan tentang kehidupan di LP. Banyak hal yang bisa membelalakkan mata saya. Terkejut. Heran. Bahasanya pun tidak njlimet. Namun sayang, saya masih belum merasakan pembauran antara kutipan-kutipan yang digunakan dengan tulisan beliau sendiri. Jadi, ada kesan asal tempel di sini. Selain itu, di buku ini masih banyak salah EYDnya, misalnya dalam penulisan kata depan. Penggunaan tanda italic pun kurang konsisten. Banyak menggunakan istilah asing, tetapi tidak semua diberi tanda miring.

Tentang Penulis
Rahardi Ramelan lahir di Sukabumi, 12 September 1939. Ia adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan di Kabinet Reformasi Pembangunan. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Bulog periode 1998-1999.

2 comments:

  1. Politik Indonesia itu memang lebih kejam dari ibu tiri
    Koruptor saja hukumannya paling tinggi baru Fathonah yg lainnya ada yg cuma beberapa bulan doank. Tapi orang maling ayam saja hukumannya bertahun-tahun.
    Suka deh sama Pak Rahardi Ramelan. Biarpun di LP tapi masih tetap berkarya melalui tulisan

    -rizka-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang kejam sebenernya orangnya kak. Klo orangnya santun mah politiknya juga santun.
      Sayangnya udah buanyak orang-orang yang gak "santun" berkuasa..

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...