Penulis: Sifah Nur
Editor: Pradita Seti Rahayu
Penerbit: Elex Media Komputindo
Jumlah halaman: 224
Tahun terbit: 2014
"Guruku bilang, angin dan hujan adalah media pengirim pesan terbaik yang diberikan oleh Tuhan. Karena konon katanya, angin dan hujan itu memiliki kelebihan. Mampu membawa roh. Keduanya sama-sama membawa jiwa orang yang sedang kita pikirkan." (hal. 72)
Selama ini, di kalangan sahabatnya Tifa dikenal dengan remaja yang menyukai pria yang jauh lebih tua dari usianya. Menurut mereka, fenomana ini adalah suatu keabnormalan. Seharusnya Tifa menyukai orang-orang yang seusia atau setidaknya memiliki selisih umur yang sedikit. Di tengah kegalauannya tentang keabnormalan ini, muncul kembali sosok Tian di kehidupan Tifa. Tian adalah sahabat masa kecil Tifa, orang yang selalu memberi dukungan penuh untuk Tifa.
Kehadiran Tian yang cukup intens di kehidupan Tifa, meskipun diselingi dengan riak-riak kecil, mau tidak mau kembali mengangkat memori menyenangkan mereka di masa lalu, termasuk kenangan tentang sebuah rasa yang dipendam oleh keduanya. Tian pun tahu bahwa Tifa lebih mudah jatuh cinta pada pria yang usianya terpaut jauh dengannya, pria yang lebih matang. Akankah Tian menyembuhkan abnormalitas Tifa?
Dilihat dari judul dan gambar covernya terlihat jelas kira-kira novel ini bercerita tentang apa. Mungkin di zaman sekarang menyukai lawan jenis yang usianya terpaut jauh termasuk sesuatu yang tidak sepantasnya, abnormal, atau bahkan tabu. Padahal zaman orang tua kita, ternyata banyak juga lho yang menikah dengan jarak usia terpaut jauh. Rasulullah pun menikah dengan Khadijah dengan selisih usia kurang lebih 15 tahun.
Mengingat ini kisah tentang seorang remaja yang menyukai laki-laki yang jauh lebih dewasa, saya merasa porsi untuk mengarah ke sini kurang. Dari awal sampai lebih dari separuh novel masih kental dengan hubungan Tifa dan Tian, baru di belakangnya dimunculkan sisi 'ketidaknormalan' Tifa sesungguhnya.
Tokoh yang ada dalam novel ini sebagian besar memiliki kekhasan masing-masing, Firda yang jago berpuisi, Iza yang hobi makan tapi tidak gendut-gendut, Tifa yang jago berpuisi-bersyair-berbahasa Inggris, serta Tian yang cerdas dan sangat ilmiah. Karakter mereka yang unik menambah warna dalam novel ini. Bagian yang paling saya suka adalah ketika Tian sudah mengeluarkan argumen-argumen ilmiahnya, mencerahkan, mengingatkan saya dengan masa-masa sekolah belajar IPA dulu.
"Petir dulu baru guruh ... itu memang pikirannya. Tapi, sebenarnya mereka terjadi bersamaan. Hanya perbedaan kecepatan. Cahaya lebih cepat daripada bunyi saat di udara. Itungan fisiknya sih, kalau tiga detik jeda waktunya berarti jarak petirnya dengan kita sekitar satu kilometer." (hal. 40)
Ini pertama kalinya saya membaca karya Sifah Nur. Sesuai dengan usia penulis, tokoh dalam cerita, dan segmen pembaca yang disasar, gaya penulisannya sangat cocok dengan mereka. Lincah ala remaja dengan plot yang bisa dibilang cukup cepat.Sayangnya, saya masih merasa kurang enjoy membaca novel ini. Perjalanan ceritanya mulai dari perkenalan, mendekati klimaks, klimaks, dan solusinya kurang greget. Jadi....
My Rate:
No comments:
Post a Comment